Roda perekonomian memang tak selamanya statis dan tetap,
mereka selalu mengalami naik turun sesuai dengan permintaan dan penawaran pasar.
setelah sekian lama STAIN menetapkan biaya SPP sebesar 400,
kini naik menjadi 600, menurut PK 2 yang bertanggung jawab di bidang keuangan
mengatakan “ naiknya biaya dari 700 menjadi 900 dianggap karena STAIN sudah
lama tidak mengalami kenaikan sedangkan roda perekonomian selalu naik turun,
biaya 700 sejak zaman dulu sudah tidak bisa lagi menambal kebutuhan yang
semakin lama semakin mencekik, hingga akhirnya kebijakan menaikanya biaya spp
mun harus dilakukan”.
Bagi kampus-kampus lain mungkin naiknya biaya tiap tahun
sudah menjadi hal yang biasa, yang tak perlu di permasalahkan, akan tetapi bagi
stain ini merupakan hal baru pasalnya dari dulu hingga sekarang, baru kali ini
stain menaikanya,
Dan ketika kami bertanya tentang kurikulum seperti apa yang
di berikan stain kepada mahasiswa baru yang membayar biaya lebih tinggi dari
tahun tahun sebelumnya? “tidak setiap kenaikan Spp itu pasti ada kompensasi,
baik berupa program baru atau yang lain untuk mahasiswa baru…….” ucap Anshori
selaku Pk 2 di Stain purwokerto.
Melihat realita yang ada, kita perlu melakukan flashback
kebelakang, tentang tujuan awal di dirikanya sebuah sekolah negri, sekolah
negri didirikan untuk menciptakan biaya pendidikan yang murah dan bisa di
jangkau oleh siapapun, akan tetapi sekarang sekolah negri bisa di bilang lebih
mahal dari pada sekolah swasta. Padahal sekolah Negri sudah mendapat pasokan
dana dari Negara, kemana saja uang Negara selama ini kalau antara sekolah negri
dengan sekolah swasta yang tidak mendapat dana dari manapun tetap bisa
menciptakan sekolah murah.. sedang kan sekolah negri yang mendapat kucuran dana
dari atas malah bisa di katakana lebih mahal. Lantas kalau seperti ni, maka
kita harus mengubah pertanyaan, apakah pendidikan kali ini sudah benar benar di
komersialisasikan?? Sedangkan kami, rakyat kecil, harus dengan apa meningkatkan
kualitas hidup kami ketika untuk sekolah saja kami tidak mampu??
Selamat Pagi...
BalasHapusMaaf sedikit berkomentar
Saya rasa sudah tidak perlu untuk kita pertanyakan terkait pendidikan Indonesia telah di komersilkan atau tidaknya. Karena, dengan melihat realitas pendidikan saat ini, kita sudah bisa menebaknya.
Sedangkan dengan isu komersialisasi pendidikan, saya rasa sudah cukup lama didengungkan, meskipun sekarang juga masih relevan untuk kita diskusikan.
Kontestasi yang terjadi pada tubuh pendidikan di Indonesia munkin bisa kita lacak dari berbagai perjanjian Internasional, misalnya dalam Heiger Education Long Term Trategy (HELTS I-IV)ditahun 1970-an sampai 2003 kemarin. Selain itu, ada dalam World Trade Organization/General Agreement on Trade and Service.
Sedikit dari contoh tersebut, maka wajar muncul berbagai organisasi dalam dunia pendidikan (SBI, RSBI,SSN, ISO, WCU dll).
Pertanyaannya adalah, Mengapa pendidikan di Indonesia menjadi mahal?
Cukup sekian dan terima kasih