
Siang
diterik matahari itu terlihat seorang nenek yang berusia tujuh puluh enam tahun
ini sedang asyik merangkai gambar dengan cating dan malamnya di halaman rumahnnya. Dialah nenek Sumeri yang berpuluh puluh tahun
berkecimpung sebagai pembatik tradisional yang tinggal di Pasir Wetan RT 04 RW
01, Purwokerto. Nenek yang mempunyai beberapa cucu yang tinggal bersamanya
kini, bagi dia dengan diakuinya Batik merupakan jalan hidupnya. Keahlianya dimulai sejak ia kecil
yang merupakan hasil belajar secara turun menurun dari orang tuanya. Dengan
berbekal pembelajaran membatik dari orang tuanya, ia mulai kehidupanya sebagai
pembatik.
Setiap
hari ia bergulat dengan alat-alat membatik. Berbekal canting kecil dengan
berbagai macam ukuran, malam leleh yang dipanaskan diatas kompor kecil dan
selembar kain yang akan dibatik. Dengan
piawai jari
jemarinya dengan leluasa menari membuat pola di atas kain yang akan dibatiknya.
Meski keringat bercucuran yang manandai lelahnya diusia yang semakin senja itu, pola-pola seperti
gambar daun, masjid, kupu-kupu dan leler berubah menjadi jenis batik dengan
tema sidamukti di tangan trampilnya.
Kain-kain
yang semula tak berpola berubah menjadi kain yang indah dan penuh warna yang
cantik. Meski hanya produk jarit
dan sarung yang dihasilkannya, namun tak menurangi rasa cintanya pada profesi
itu. Meski hanya dua buah dalam satu bulan karya yang lahir dari tangannya, akan tetapi semangat membatiknya tak pernah
luntur oleh zaman. Meski terkadang zaman berusaha untuk menhapusnya dari
sejarah.
Membatik
di tempat terpencil seorang diri mempunyai banyak hambatan. Bahan-bahan malam
yang sulit di dapat ataupun malam yang di panaskan terlalu lengket atau susah
di cairkan sehingga perlu kerja lebih untuk membuatnya. “Sekarang bahan-bahannya susah di dapat, kita
membelinya langsung dari Sokaraja,” tuturnya dengan suara terbata-bata.
Selain itu, juga sistem
management yang tidak ada, karena hanya
menjual jika ada pesanan. Kalaupun tidak ada pesanan membuat batik untuk
disimpan sampai ada orang yang berminat membelinya. “Membuatnya kalau ada
pesanan saja, kalau tidak ada ya buat stok kalau-kalau ada yang mau beli,”
ujarnya pada kami. Ia pun sadar di usianya yang hampir satu abad ini
kemampuan fisiknya tak sekuat waktu muda dulu yang setiap saat dapat berkeja
optimal dalam membatik.
Dewasa
ini perkembangan zaman dan tekhnologi yang semakin maju merubah pola sebagian
generasi muda kita dalam berpikir ataupun jalan memperoleh tujuanya. Kebiasaan
serba instan atau cepat dalam mencapai tujuannya adalah salah satu hal
perubahannya. Sama halnya dengan membatik generasi muda saat ini lebih
cenderung memilih jalan cepat dan mudah mendapatkannya. Mereka cenderung
bersikap apatis dalam hal tersebut karena mereka beranggapan bahwa membuat
batik membutuhkan waktu yang lama, kesabaran dan keuletan.
Impian
sederhana nenek sumeri dalam membatik
hanyalah ia berharap bahwa generasi muda saat ini tidak melupakan tentang
kebudayaanya dan turut serta melestarikanya salah satunya adalah Batik. Bentuk
kecintaanya akan batik membuat nenek Sumeri mendedikasikan sebagian hidupnya
dalam membatik. Ia sadar salah satu harapanya saat ini belum tercapai yaitu
dapat mewariskan keahlian membatiknya kepada keturunaanya karena mereka lebih
memilih jalan hidupnya masing masing. Walaupun demikian hal tersebut tak
menyurutkan semangat nenek Sumeri dalam menghasilkan karya karyanya yang berupa
batik. (Ulinoz/ff)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar