Selasa, 05 Maret 2013

VIRUS ROK TERAWANG



Sudah bukan menjadi rahasia bahwa, mahasiswa STAIN PURWOKERTO, merupakan mahasiswa yang selalu update dengan yang namanya fashion atau bisa dikatakan mahasiswa fashionable. Banyak hal yang diutarakan mahasiswa perihal tersebut, ada yang mengatakan untuk menambah percaya diri, ada pula yang mengatakan hanya utuk sekedar eksistensi. Tapi, adakah dampak lain dari fashion yang menjamur di kampus ini?
Ibaratkan sebuah sistem computer yang setiap waktu mengalami perkembangan, STAIN pun melakukan hal yang sama terlebih menghadapi peralihan status menjadi IAIN. Pada paruh tahun yang lalu, kampus Islam ini telah berhasil menciptakan sebuah sistem yang mampu mematikan virus fashion yang ketika itu berkembang. virus celana pensil saya menyebutnya demikian
Cara yang digunakan  untuk mematikan Virus Celana Pensil bisa dikatakan cukup mudah yaitu dengan menciptakan sebuah regulasi sederhana, yakni mahasiswa yang mengenakan celana pensil tidak akan dilayani ketika mereka masuk ke daerah administratif kampus. bukan hanya itu, mahasiswa bersangkutan, juga terancam tidak bisa mengikuti perkuliahan yang diadakan dosen.
Setelah mampu melepaskan diri dari virus fashion yang cukup memalukan tersebut, kini muncul virus fashion baru di dalam kampus. Virus apakah itu? Apakah semacam virus Trojan yang mampu mematika sistem computer? Tentu saja bukan, Virus baru itu ialah Virus Rok Terawang, Rok ¾ dan juga Virus Lengan ¾ yang saat ini mulai menyerang mahasiswi.
Mahasiswa STAIN yang seharusnya memiliki kepahaman tentang ilmu Fiqh, kesopanan, serta tentang moralitas, terlebih mengenai pemahaman batasan aurat. justru seolah menutup mata dari keilmuwan ini, cenderung  menutup mata dan sesukanya menuruti nafsu untuk tampil lebih eksis, dan lebih tampil modis
Andaikan Virus Rok Terawang ini di biarkan, seperti halnya virus pendahulunya, fenomena yang ada, Mahasiswa STAIN akan menjadi sorotan masyarakat dan tentunya akan menjadi sebuah perbincangan yang mengarah pada ke tidak percayaan kepada mahasiswa output-an STAIN.
Disinilah, lagi-lagi kampus harus menelan pil pahit dan harus bertanggungjawab atas ulah mahasiswanya. Untuk kesekian kalinya harus memutar isi kepala agar bisa menyelamatkan nama kampus yang berada dalam posisi terancam. Nama STAIN yang saat ini sudah cukup tercoreng karena masih banyak mahasiswanya yang harus mengikuti program Pesantrenisasi akibat tak lulus BTA & PPI masih harus menyelamatkan dari serangan Virus fashion.
Bisa saja pihak kampus terutama bagian kemahasiswaan melakukan pembinaan kepada mahasiswi yang mengindikasikan terjangkit virus fashion ini, namun hal ini sulit untuk dilakukan. Hal yang menyebabkan sulit tak lain dan tak bukan karena banyaknya mahasiswi yang telah terjangkit virus.
Jika dilihat dari tipe virusnya, yang hamper sama dengan viru celana pensis, maka disarankan untuk melakukan penanganan dengan cara yang tidak berbeda dengan virus celana pensil. Terlebih penanganan dengan bekerja sama dengan pihak administrasi dan dosen sudah terbukti mampu membunuh virus. Namun jika hanya berimplementasi untuk mematina virus rok terawang, langkah ini dapat dinilai langkah yang buruk sebab masih ada kemungkinan masuknya virus virus dengan varian yang lain.
Sangatlah perlu  bagi kampus untuk membuat peraturan yang ketat tentang bagaimana gaya berpakaian mahasiswi, agar tidak terjadi kasus kasus yang sama dikemudian hari. Terlebih kampus agama seharusnya mampu menjadi percontohan bagi masyarakat, jangan sampai ulah mahasiswanya justru merusak nama almamater serta merusak tatanan kebudayaan masyarakat dengan fashion yang tidak pantas dikenakan. ( ardha dwi rahayu )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar