Sudah bukan menjadi rahasia bahwa,
mahasiswa STAIN PURWOKERTO, merupakan mahasiswa yang selalu update dengan yang
namanya fashion atau bisa dikatakan mahasiswa fashionable. Banyak
hal yang diutarakan mahasiswa perihal tersebut, ada yang mengatakan untuk
menambah percaya diri, ada pula yang mengatakan hanya utuk sekedar eksistensi.
Tapi, adakah dampak lain dari fashion yang menjamur di kampus ini?
Ibaratkan sebuah sistem computer
yang setiap waktu mengalami perkembangan, STAIN pun melakukan hal yang sama
terlebih menghadapi peralihan status menjadi IAIN. Pada paruh tahun yang lalu,
kampus Islam ini telah berhasil menciptakan sebuah sistem yang mampu mematikan virus
fashion yang ketika itu berkembang. virus celana pensil saya menyebutnya
demikian
Cara yang digunakan untuk mematikan Virus Celana Pensil
bisa dikatakan cukup mudah yaitu dengan menciptakan sebuah regulasi sederhana,
yakni mahasiswa yang mengenakan celana pensil tidak akan dilayani ketika mereka
masuk ke daerah administratif kampus. bukan hanya itu, mahasiswa bersangkutan,
juga terancam tidak bisa mengikuti perkuliahan yang diadakan dosen.
Setelah mampu melepaskan diri dari virus
fashion yang cukup memalukan tersebut, kini muncul virus fashion baru
di dalam kampus. Virus apakah itu? Apakah semacam virus Trojan yang
mampu mematika sistem computer? Tentu saja bukan, Virus baru itu ialah Virus
Rok Terawang, Rok ¾ dan juga Virus Lengan ¾ yang saat ini
mulai menyerang mahasiswi.
Mahasiswa STAIN yang seharusnya memiliki
kepahaman tentang ilmu Fiqh, kesopanan, serta tentang moralitas, terlebih
mengenai pemahaman batasan aurat. justru seolah menutup mata dari keilmuwan
ini, cenderung menutup mata dan
sesukanya menuruti nafsu untuk tampil lebih eksis, dan lebih tampil
modis
Andaikan Virus Rok Terawang
ini di biarkan, seperti halnya virus pendahulunya, fenomena yang ada, Mahasiswa
STAIN akan menjadi sorotan masyarakat dan tentunya akan menjadi sebuah
perbincangan yang mengarah pada ke tidak percayaan kepada mahasiswa output-an
STAIN.
Disinilah, lagi-lagi kampus harus
menelan pil pahit dan harus bertanggungjawab atas ulah mahasiswanya. Untuk kesekian kalinya harus memutar isi
kepala agar bisa menyelamatkan nama kampus yang berada dalam posisi terancam.
Nama STAIN yang saat ini sudah cukup tercoreng karena masih banyak mahasiswanya
yang harus mengikuti program Pesantrenisasi akibat tak lulus BTA & PPI
masih harus menyelamatkan dari serangan Virus fashion.
Bisa saja pihak kampus terutama bagian
kemahasiswaan melakukan pembinaan kepada mahasiswi yang mengindikasikan
terjangkit virus fashion ini, namun hal ini sulit untuk dilakukan. Hal
yang menyebabkan sulit tak lain dan tak bukan karena banyaknya mahasiswi yang
telah terjangkit virus.
Jika dilihat dari tipe virusnya, yang hamper
sama dengan viru celana pensis, maka disarankan untuk melakukan penanganan
dengan cara yang tidak berbeda dengan virus celana pensil. Terlebih penanganan
dengan bekerja sama dengan pihak administrasi dan dosen sudah terbukti mampu
membunuh virus. Namun jika
hanya berimplementasi untuk mematina virus rok terawang, langkah ini dapat
dinilai langkah yang buruk sebab masih ada kemungkinan masuknya virus virus
dengan varian yang lain.
Sangatlah perlu bagi kampus untuk membuat peraturan yang ketat
tentang bagaimana gaya berpakaian mahasiswi, agar tidak terjadi kasus kasus
yang sama dikemudian hari. Terlebih kampus agama seharusnya mampu menjadi
percontohan bagi masyarakat, jangan sampai ulah mahasiswanya justru merusak
nama almamater serta merusak tatanan kebudayaan masyarakat dengan fashion yang
tidak pantas dikenakan. ( ardha dwi rahayu )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar