Kamis, 13 Maret 2014

STAIN Purwokerto Terindikasi Langgar UU

Oleh Marina EP
Dari dulu biaya pendamping NR tidak dilaporkan ke negara, dan sekarang masuk ke rekening atas nama kepala jurusan”
PURWOKERTO, Senin (3/3). Biaya pendamping Program Non Reguler (NR) faktanya tidak dilaporkan sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Biaya yang besarannya bervariasi ini, dikelola oleh masing-masing jurusan. Mahasiswa NR angkatan 2010-2011 harus membayar Rp 500 ribu. Sedangkan angkatan selanjutnya (2011-2012), nominalnya lebih tinggi lagi, yakni sekitar Rp. 1 juta. Anehnya, pembayaran masuk ke rekening atas nama jurusan.
Hal ini kompak diakui Wakil Ketua I dan III STAIN Purwokerto. Menurut mereka, yang masuk PNBP hanya SPP pokok. Semenetara untuk biaya tambahan, memang dikelola oleh kampus.
Dari dulu biaya pendamping tidak dilaporkan ke Negara, dan sekarang masuk ke rekening atas nama kepala jurusan. Namun, SPP sebesar Rp 700 ribu tetap dilaporkan,” ungkap Wakil Ketua I, Drs. Rohmad, M.Pd., di ruangannya bersama Dr. Abdul Basit, M.Ag.,Waket III, kemarin.
Padahal sudah jelas dalam UU No. 20 tahun 1997 terkait PNBP . Setiap institusi yang menarik pungutan dari masyarakat semestinya masuk ke rekening instansi dan di laporkan ke menteri keuangan sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Seakan tak mau disangka buruk, kampus berdalih hal tersebut hanya persoalan sistem saja, guna mempermudah proses. Pasalnya, tidak diperbolehkan menambah rekening STAIN lagi. Sedangkan biaya pendamping bukan termasuk biaya pendidikan, menurut mereka, hanya biaya membayar dosen yang harus mengajar di luar jam aktif. Maka dari itu, tidak dilaporkan karena bukan termasuk PNBP.
Rohmad menambahkan bahwa hal tersebut sudah dilakukan sejak pertama adanya NR. Biaya pendamping adalah kesepakatan sejak awal. Dia berdalih, jika dilaporkan ke kas Negara, maka tidak dapat diminta lagi, padahal kampus butuh dana untuk membayar dosen. “masuknya si bisa, tapi keluarnya ga bisa, apalagi kalau alasannya buat bayar pendamping.”, kelitnya.
Wah, padahal mahasiswa tahunya uang tersebut adalah biaya pendidikan yang kesemuanya harus disetorkan ke Negara. Melihat dari UU no. 20 tahun 1997, tentang PNBP.
WK 1 juga menjelaskan bahwa istilah NR rancu, sehingga mulai tahun 2014 program NR tidak dibuka. Sedangkan yang sudah ada maka diselesaikan- passing out. Oleh karena itu, pembayaran uang pendamping, pada jurusan masing-masing. Mekanisme pembayaran tersebut, dijelaskan dalam surat edaran STAIN.
Namun untuk BKI NR, pembayaran ke rekening atas nama Kaprodi BKI, Khusnul Khotimah. Setelah dikonfirmasi salah satu mahasiswanya, Khusnul Khotimah mengaku tidak tahu menahu atas pemakaian namanya. “Saya ga tau, itu atasan yang mengurus”, tutur Kaprodi BKI ini. Ketidak tahuan juga disampaikan Kepala Bagian Administrasi, Hj. Kusmiatun, S.E., M.Si., dia baru tahu setelah Obsesiana tanyakan, kalau Khusnul Khotimah , nama yang dipakai untuk registrasi BKI NR.
Soni Susandra, M.Ag., selaku Ketua Pusbangker dalam hal ini berpendapat bahwa seharusnya pembayaran tidak menggunakan rekening atas nama pribadi seperti ini. Mestinya rekening STAIN atau instansi. “Setahu saya si, harusnya pake rekening lembaga.”, ujar dosen yang pernah menjadi ketua pengembangan kurikulum STAIN Purwokerto ini.
Pembelaan datang dari Dr. H. Syufa’at, M.Ag., bahwa tidak ada penyelewengan terkait sistem pembayaran ini, semua sudah sesuai prosedurnya. Sedangkan terkait nama rekening, sudah betul. Karena syarat membuka rekening memang harus menggunakan nama orang, bank membutuhkan KTP. “Silahkan saja cek ke rekeningnya, kalau ada bunganya, paling buat beli ban mobil berapa doang, ga banyak.”, ujar kepala jurusan syariah ini.
Padahal harga satu ban mobil baru, bisa mencapai satu juta.
Mekanisme pembayaran ini dikeluhkan oleh mahasiswa NR, diantaranya adalah mahasiswa PAI NR semester 6 bahwa model pembayarannya tidak praktis. Karena dipisah-pisah dan harus datang ke dua bank. “Ribet registrasinya, musti datang ke dua bank sekaligus.”, ungkap mahasiswa yang tak mau disebut namanya.
Pembiayaan yang dirasa mahal ini, tidak sejalan dengan pelayanan yang didapat mahasiswa NR. Imam Mustaqim, mahasiswa BKI NR semester 6, mempertanyakan fungsi uang pendamping tersebut. Dia sudah membayar uang pendamping, namun perkuliahan tidak jelas. Sering kali dosen mengganti jadwal seenaknya sendiri. “Biayanya tinggi, tapi kaya ga bayar, pelayanan buruk”, ujar Pelok, begitu nama Teaternya.
Sedangkan setelah di tanyakan kepada WK 1 dan WK 2, terkait pelayanan dosen. Mereka menjawab bahwa, sebenarnya para dosen pun tidak mau mengisi perkuliahan NR, walaupun mereka dibayar. Alasannya kerja di luar jam aktif. Namun karena tugas maka mau tidak mau harus mengajar. “cuma ngaboti honor Rp. 50.000,-; ya mending kumpul sama keluarga lah “, ujar Abdul Basit.
Atas berbagai pertimbangan, maka program studi NR tahun 2014 tidak akan dibuka lagi. Diantaranya adalah banyak dosen yang mengeluhkan atas kemampuan mahasiswa NR yang tidak optimal dan banyak mahasiswa yang sebenarnya masuk ke regular namun masuk di NR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar