Oleh
Marina EP
“Dari
dulu biaya pendamping NR tidak dilaporkan ke negara, dan sekarang
masuk ke rekening atas nama kepala jurusan”
PURWOKERTO,
Senin (3/3). Biaya pendamping Program Non Reguler (NR) faktanya tidak
dilaporkan sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Biaya yang
besarannya bervariasi ini, dikelola oleh masing-masing jurusan.
Mahasiswa NR angkatan 2010-2011 harus membayar Rp 500 ribu. Sedangkan
angkatan selanjutnya (2011-2012), nominalnya lebih tinggi lagi, yakni
sekitar Rp. 1 juta. Anehnya, pembayaran masuk ke rekening atas nama
jurusan.
Hal
ini kompak diakui Wakil Ketua I dan III STAIN Purwokerto. Menurut
mereka, yang masuk PNBP hanya SPP pokok. Semenetara untuk biaya
tambahan, memang dikelola oleh kampus.
“Dari
dulu biaya pendamping tidak dilaporkan ke Negara, dan sekarang masuk
ke rekening atas nama kepala jurusan. Namun, SPP sebesar Rp 700 ribu
tetap dilaporkan,” ungkap Wakil Ketua I, Drs. Rohmad, M.Pd., di
ruangannya bersama Dr. Abdul Basit, M.Ag.,Waket III, kemarin.
Padahal
sudah jelas dalam UU No. 20 tahun 1997 terkait PNBP . Setiap
institusi yang menarik pungutan dari masyarakat semestinya masuk ke
rekening instansi dan di laporkan ke menteri keuangan sebagai PNBP
(Penerimaan Negara Bukan Pajak).
Seakan
tak mau disangka buruk, kampus berdalih hal tersebut hanya persoalan
sistem saja, guna mempermudah proses. Pasalnya, tidak diperbolehkan
menambah rekening STAIN lagi. Sedangkan biaya pendamping bukan
termasuk biaya pendidikan, menurut mereka, hanya biaya membayar dosen
yang harus mengajar di luar jam aktif. Maka dari itu, tidak
dilaporkan karena bukan termasuk PNBP.
Rohmad
menambahkan bahwa hal tersebut sudah dilakukan sejak pertama adanya
NR. Biaya pendamping adalah kesepakatan sejak awal. Dia berdalih,
jika dilaporkan ke kas Negara, maka tidak dapat diminta lagi, padahal
kampus butuh dana untuk membayar dosen. “masuknya si
bisa, tapi keluarnya ga bisa, apalagi kalau alasannya buat bayar
pendamping.”, kelitnya.
Wah,
padahal mahasiswa tahunya uang tersebut adalah biaya pendidikan yang
kesemuanya harus disetorkan ke Negara. Melihat dari UU no. 20 tahun
1997, tentang PNBP.
WK
1 juga menjelaskan bahwa istilah NR rancu, sehingga mulai tahun 2014
program NR tidak dibuka. Sedangkan yang sudah ada maka diselesaikan-
passing
out.
Oleh karena itu, pembayaran uang pendamping, pada jurusan
masing-masing. Mekanisme pembayaran tersebut, dijelaskan dalam surat
edaran STAIN.
Namun
untuk BKI NR, pembayaran ke rekening atas nama Kaprodi BKI, Khusnul
Khotimah. Setelah dikonfirmasi salah satu mahasiswanya, Khusnul
Khotimah mengaku tidak tahu menahu atas pemakaian namanya. “Saya ga
tau, itu atasan yang mengurus”, tutur Kaprodi BKI ini. Ketidak
tahuan juga disampaikan Kepala Bagian Administrasi, Hj. Kusmiatun,
S.E., M.Si., dia baru tahu setelah Obsesiana
tanyakan, kalau Khusnul Khotimah , nama yang dipakai untuk registrasi
BKI NR.
Soni Susandra,
M.Ag., selaku Ketua Pusbangker dalam hal ini berpendapat bahwa
seharusnya pembayaran tidak menggunakan rekening atas nama pribadi
seperti ini. Mestinya rekening STAIN atau instansi. “Setahu saya
si,
harusnya pake
rekening lembaga.”, ujar dosen yang pernah menjadi ketua
pengembangan kurikulum STAIN Purwokerto ini.
Pembelaan
datang dari Dr. H. Syufa’at, M.Ag., bahwa tidak ada penyelewengan
terkait sistem pembayaran ini, semua sudah sesuai prosedurnya.
Sedangkan terkait nama rekening, sudah betul. Karena syarat membuka
rekening memang harus menggunakan nama orang, bank membutuhkan KTP.
“Silahkan saja cek ke rekeningnya, kalau ada bunganya, paling buat
beli ban mobil berapa doang, ga banyak.”, ujar kepala jurusan
syariah ini.
Padahal
harga satu ban mobil baru, bisa mencapai satu juta.
Mekanisme
pembayaran ini dikeluhkan oleh mahasiswa NR, diantaranya adalah
mahasiswa PAI NR semester 6 bahwa model pembayarannya tidak praktis.
Karena dipisah-pisah dan harus datang ke dua bank. “Ribet
registrasinya, musti datang ke dua bank sekaligus.”, ungkap
mahasiswa yang tak mau disebut namanya.
Pembiayaan
yang dirasa mahal ini, tidak sejalan dengan pelayanan yang didapat
mahasiswa NR. Imam Mustaqim, mahasiswa BKI NR semester 6,
mempertanyakan fungsi uang pendamping tersebut. Dia sudah membayar
uang pendamping, namun perkuliahan tidak jelas. Sering kali dosen
mengganti jadwal seenaknya sendiri. “Biayanya tinggi, tapi kaya ga
bayar, pelayanan buruk”, ujar Pelok, begitu nama Teaternya.
Sedangkan
setelah di tanyakan kepada WK 1 dan WK 2, terkait pelayanan dosen.
Mereka menjawab bahwa, sebenarnya para dosen pun tidak mau mengisi
perkuliahan NR, walaupun mereka dibayar. Alasannya kerja di luar jam
aktif. Namun karena tugas maka mau tidak mau harus mengajar. “cuma
ngaboti honor Rp. 50.000,-; ya mending kumpul sama keluarga lah
“, ujar Abdul Basit.
Atas
berbagai pertimbangan, maka program studi NR tahun 2014 tidak akan
dibuka lagi. Diantaranya adalah banyak dosen yang mengeluhkan atas
kemampuan mahasiswa NR yang tidak optimal dan banyak mahasiswa yang
sebenarnya masuk ke regular namun masuk di NR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar